RIG AS BERTAMBAH

Harga Minyak Tak Mampu Mendidih

JAKARTA — Harga minyak mentah merosot setelah jumlah rig Amerika Serikat bertambah untuk pertama kalinya sejak Desember sehingga meningkatkan kekhawatiran berlimpahnya pasokan.

Pada penutupan perdagangan Jumat (18/3) harga minyak West Texas Intermediate (WTl) kontrak April 2016 turun 0,76 poin atau 1,89% menjadi US$39,44 per barel. Sedangkan minyak Brent berada di level US$41,2 per barel, tergelincir 0,34 poin atau 0,82%.

Data Baker Hughes menyebutkan setelah 12 minggu melakukan pemotongan produksi, perusahaan penambang di AS menambahkan 1 rig pada periode Maret. Penyedotan pun diprediksi bakal meningkat kembali setelah harga mengalami peningkatan 32% dari level terendah pada Februari.

Broket Liquidity Energy di New York Pete Donovan mengatakan, jumlah rig memiliki hubungan langsung dengan harga minyak mentah. Pasalnya, semakin banyak volume produksi, harga akan semakin tertekan.

Meskipun kembali melorot, harga minyak Brent dan WTl menunjukkan kenaikan selama lima minggu berturut-turut. Pekan lalu, keduanya berhasil menghijau tipis sekitar 2%.

Sentimen positif yang mendukung kenaikan harga ialah rencana pembekuan produksi antara negara produsen yang tergabung dalam OPEC dan Rusia, serta Federal Reserve yang masih menahan peningkatan suku bunga.

Di sisi lain, kombinasi dari menurunnya produksi minyak dan meningkatnya konsumsi bensin di Amerika Serikat membantu pemulihan. Walaupun begitu, tren bearish masih membayangi akibat berlebihnya pasokan emas hitam global.

International Energy Agency (IEA) mengklaim, penurunan suplai minyak Paman Sam lebih berkontribusi terhadap pemulihan harga dibandingkan rencana pembekuan produksi antar negara produsen eksportir utama emas hitam.

Executive Director IEA Fatih Birol menuturkan, meskipun terjadi kesepakatan antara OPEC dan non-OPEC, hal tersebut tidak menjadi faktor utama yang mendukung kenaikan harga minyak pada semester I/2016.

Harga minyak telah meningkat dekat angka US$40 per barel sejak 16 Februari seiring dengan kesepakatan antara Rusia dan Arab Saudi melakukan pembekuan produksi sesuai tingkat pemompaan pada Januari. Rencana diskusi lanjutan akan dilakukan 17 April mendatang di Doha, Qatar.

Namun, Birol berpendapat wacana pembekuan tersebut tidak terlalu signifikan terhadap pasokan global yang berlebihan dibandingkan penurunan produksi AS. Data pemerintah setempat menyebutkan Paman Sam memompa ke level terendah sejak November 2014.

Bulan lalu, harga minyak merosot ke level terendah 12 tahun terakhir US$26 per barel di New York akibat anjloknya permintaan di tengah lesunya perekonomian global. Untuk mengurangi suplai yang berlebihan, IEA memperkirakan AS memangkas produksi sekitar 600.000 barel per hari tahun ini.

Birol menambahkan, kendati pasokan global masih sangat berlebih dan sejumlah pihak merencanakan pemangkasan produksi, pasar menaruh perhatian pada Iran yang masih akan menggenjot penambangan.

Per Februari, Iran menghasilkan minyak mentah sekitar 3,37 juta barel per hari dan terus memacu hingga 4 juta barel per hari pada bulan ini. Langkah tersebut dilakukan pasca pencabutan sanksi internasional.

“Kita harus berhati-hati terhadap Iran. Meninggalkan sanksi seharusnya tidak diterjemahkan dengan peningkatan secara otomatis dalam skala besar,” tuturnya seperti dikutip dari Bloomberg, Minggu (20/3).

Dalam laporan Medium Term Oil Market Report 2016, EIA menyebutkan keseimbangan antara suplai dan permintaan baru akan terjadi pada 2017. Tahun ini, diperkirakan pasokan masih berlebih 1,1 jula barel per hari, turun dibandingkan dengan 2015 sekitar 2 juta barel per hari.(Hafiyyan)

Source : Bisnis Indonesia – 21 Maret 2016