RI POROS MARITIM DUNIA : Visi Besar Tanpa Rencana Detail

Bisnis.com, JAKARTA – Saat memberikan pidato kenegaraan perdana pada Oktober 2014, Presiden Joko Widodo menggaungkan sektor kemaritiman menjadi salah satu fokus pemerintahan.

Dalam pidato itu, Jokowi menyatakan akan mengembalikan kejayaan nenek moyang Indonesia sebagai pelaut pemberani dalam menghadapi badai dan gelombang di atas kapal bernama Republik Indonesia.

Setelah pidato yang menggugah semangat tersebut, Presiden juga menyatakan visinya agar Indonesia menjadi poros maritim dunia. Hal itu disampaikannya dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Timur pada November 2015.

Menurut Jokowi, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar menjadi poros maritim global.

Poros maritim merupakan sebuah gagasan strategis yang diwujudkan untuk menjamin konektivitas antarpulau, pengembangan industri perkapalan dan perikanan, perbaikan transportasi laut, serta fokus pada keamanan maritim.

1. Tanpa Peta Jalan

Kapal Laut

Sejatinya, konsep Indonesia sebagai poros maritim dunia merupakan cita-cita yang luhur. Sayangnya, keinginan tersebut belum disertai dengan pembuatan sistem, peta jalan atau roadmap pengembangan dalam jangka panjang.

Agenda pembangunan poros maritim itu mencakup lima pilar saat dicanangkan pada Oktober 2014, kemudian direvisi menjadi tujuh pilar. Hal itu sesuai dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 16/2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia (KKI).

Ketujuh pilar KKI itu terdiri atas, pertama, pengelolaan sumber daya kelautan dan pengembangan sumber daya manusia. Kedua, pertahanan, keamanan, penegakan hukum, dan keselamatan di laut.

Ketiga, tata kelola dan kelembagaan laut. Keempat, ekonomi, infrastruktur kelautan, dan peningkatan kesejahteraan. Kelima, pengelolaan ruang laut dan perlindungan lingkungan laut. Keenam, budaya bahari. Ketujuh, diplomasi maritim.

Direktur National Maritime Institute (Namarin) Jakarta Siswanto Rusdi mengatakan bahwa pemerintah belum mencantumkan ukuran pencapaian dari tujuh pilar sebagai agenda Indonesia sebagai poros maritim dunia. Dengan kondisi itu, dia menilai sulit mengukur sejauh mana keberhasilan program maritim itu.

“Dari awal belum dibuat ukuran-ukuran pencapaiannya seperti apa. Misalnya diplomasi maritim, ukuran pencapaiannya apa. Parameternya belum ada,” tutur Siswanto.

2. Antarinstansi Belum Klop

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyampaikan materi saat menjadi pembicara pada Diplomasi Maritim Indonesia di Jakarta.

Selain tidak adanya rancangan program, permasalahan lain yang mengadang cita-cita maritim ialah belum padunya entitas pemerintah. Alasannya, program kemaritiman merupakan kerja sama lintas kementerian dan lembaga, bersama dengan pemerintah daerah.

Sebagai contoh, dalam poin keenam KKI yakni budaya bahari, tentunya membutuhkan program teknis dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Adapun, dalam poin kedua KKI soal pertahanan dan keamanan, terkadang tugas TNI Angkatan Laut, Polisi Air, atau Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) tumpang tindih.

Ketiga instansi tersebut memiliki kewenangan memeriksa dan memberhentikan kapal dagang. Seharusnya dengan adanya sinergi kerja lintas instansi semakin padu dan terarah.

Dari sisi ekonomi dan infrastruktur, pemerintah menjagokan program Tol Laut. Sayangnya hal itu belum meredam tingginya harga barang pokok di wilayah timur Indonesia.

“Transportasi laut hanya berkontribusi 30% dalam pembentukan harga. Masih panjangnya rantai distribusi ke daerah, seperti trucking, inilah yang menentukan harga di pasar,” ujarnya.

Dari sisi perikanan, seharusnya pemerintah menggenjot penghiliran di pusat-pusat produksi. Dengan demikian, produk yang didistribusikan di dalam negeri maupun ekspor memiliki kualitas yang bagus dengan harga tinggi.

3. Butuh Waktu 20 Tahun

Seorang nelayan menaiki perahu motornya saat melintas di lokasi pengembangan terminal penumpang Pelabuhan Sibolga di Sibolga, Sumatra Utara.

Siswanto menuturkan, pengerjaan program kelautan apalagi mengejar cita-cita poros maritim dunia tidak bisa berhasil dalam 5 tahun siapa pun presidennya. Setidaknya dibutuhkan waktu 20 tahun untuk melakukan pembenahan.

Hal utama yang perlu dibenahi ialah membuat peta jalan maritim sebagai sistem yang solid. Nantinya, sistem tersebut dapat diteruskan dan dijalankan oleh pemerintahan selanjutnya.

“Jadi, roadmap untuk mengejar cita-cita poros maritim dunia sebaiknya diselesaikan terlebih dahulu, sehingga menjadi sebuat sistem. Sistem inilah yang menjadi patokan pemerintah,” tuturnya.

Ada sejumlah pencapaian di bidang maritim yang dilakukan pemerintah pada 2014—2018. Pertama, program pembiayaan mikro nelayan telah digunakan oleh 9.535 penerima manfaat di 107 kabupaten/kota. Bunga yang ditawarkan sangat rendah, yakni 3% per tahun.

Kedua, penyediaan akses bahan bakar nelayan. Dengan melakukan konversi BBM ke LPG untuk nelayan, biaya operasional berkurang nelayan berkurang hingga Rp50.000 per hari. Jumlah konversi berkisar 25.000 unit pada 2018.

Ketiga, pembangunan infrastruktur konektivitas laut. Trayek kapal perintis meningkat menjadi 113 unit pada 2018, dibandingkan 2015 sejumlah 84 unit. Trayek Tol Laut juga naik menuju 18 jalur pada 2018 dari 3 tahun sebelumnya hanya 3 jalur. Tahun lalu, 6 kapal ternak juga mulai beroperasi.

Keempat, memperluas kawasan konservasi perairan laut. Luas kawasan konservasi pada 2017 mencapai 19,14 juta hektare, naik dari 2014 sejumlah 16,45 juta ha.

4. Program Prioritas

Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta.

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim) sebagai kementerian yang berurusan langsung dengan persoalan yang berkaitan dengan maritim telah menjalankan sejumlah program prioritas. Kebijakan tersebut sesuai arahan presiden untuk mewujudkan visi menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Di bawah komando Luhut B Pandjaitan selaku Menko Maritim, sejumlah kebijakan dan program prioritas di bidang kemaritiman telah dijalankan dengan melibatkan berbagai lintas sektor. Luhut mengklaim sudah ada banyak pencapaian dari program prioritas di bidang maritim.

Pencapaian tersebut antara lain adalah pengurangan waktu tunggu barang di pelabuhan atau dwelling time, dan biaya logistik di pelabuhan, nilai tambah pemanfaatan sumber daya alam, serta pencapaian program pariwisata melalui penetapan kawasan strategis prioritas nasional (KSPN).

Luhut menuturkan, program kemaritiman juga dijalankan dengan tujuan pemerataan di seluruh daerah di Indonesia yang tercermin dengan pembangunan infrastruktur di luar Jawa.

Beberapa pelabuhan baru diketahui telah terbangun di sejumlah daerah. Selain itu, elektrifikasi, dan pembangunan pulau-pulau terdepan juga mengalami kemajuan pesat.

Sebagai bagian dari upaya mewujudkan visi menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, pemerintah juga telah menjalankan program Tol Laut. Program tersebut dianggap berhasil mengurangi disparitas harga antara Indonesia timur dengan Indonesia barat.

5. Evaluasi Semua Masalah

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan.

Meskipun telah mencatatkan sejumlah pencapaian, pemerintah tak langsung berpuas diri. Pemerintah terus melakukan evaluasi untuk mengurai berbagai persoalan dan tantangan yang masih dihadapi Indonesia.

Sebagaimana tujuh pilar poros maritim dunia, pelaksanaan program kemaritiman tidak hanya bertujuan untuk pemerataan pembangunan, dan memajukan perekonomian saja, tetapi juga untuk menegakkan kedaulatan maritim Indonesia.

Salah satu bentuk keseriusan pemerintah dalam menegakkan kedaulatan maritim Indonesia, Kemenko Maritim telah menyusun Buku Putih Diplomasi Maritim Indonesia yang menjadi panduan dalam menjalankan kebijakan dan diplomasi untuk poros maritim.

“Indonesia adalah satu negara yang cukup besar sehingga tidak tergantung hanya pada kekuasaan satu negara saja, entah Amerika atau China. Jadi kita tidak akan pernah berpihak, kita akan tetap independen,” ujar Luhut.

Program kemaritiman juga dilakukan sebagai wujud perhatian pemerintah terhadap berbagai ancaman yang dapat mengganggu keamanan maritim dan kepentingan nasional Indonesia.

Berbagai ancaman tersebut antara lain adalah terorisme dan radikalisme, separatisme dan pemberontak bersenjata, pelanggaran perbatasan, penyelundupan, pencurian kekayaan alam, dan berbagai ancaman lainnya.

Dengan berbagai pencapaian yang ada, diharapkan pemerintah dan pemangku kepentingan terkait melakukan evaluasi serta menyusun peta jalan atau sistem pengembangan maritim.

Harapannya, cita-cita Indonesia menjadi poros maritim dunia dapat direalisasikan secepat mungkin. Semoga.

Source : bisnis.com