Ekspor Minyak Arab Saudi Minim Dorong Harga Minyak Dunia

Ekspor Minyak Arab Saudi Minim Dorong Harga Minyak DuniaIlustrasi kilang minyak.

Jakarta, CNN Indonesia — Harga minyak mentah berjangka dunia menguat pada perdagangan pekan lalu, dipicu merosotnya ekspor minyak Arab Saudi, persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) yang menurun, serta jumlah pengeboran minyak AS yang berkurang.

Dilansir dari Reuters, Senin (22/4), harga minyak mentah Brent pada pekan lalu menguat 0,6 persen menjadi US$72,97 per barel. Kenaikan tersebut terjadi selama empat pekan berturut-turut.

Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar 0,2 persen menjadi US$64 per barel. Artinya, WTI telah menguat selama 7 pekan berturut-turut.

Sebagai catatan, pada pekan lalu, periode dagang hanya berlangsung sampai Kamis (18/4). Pasalnya, pada hari Jumat (19/4) aktivitas perdagangan di berbagai negara libur dalam rangka memperingati wafatnya Isa Al Masih.

Lihat juga:Harga Minyak Tergelincir Pasokan AS yang ‘Menciut’

Berdasarkan data Joint Organization Data Initiatives, ekspor minyak mentah Arab Saudi pada Februari 2019 merosot 277 ribu barel dibandingkan Januari menjadi kurang dari 7 juta barel per hari (bph).

Di AS, Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) mencatat penurunan persediaan minyak mentah, bensin, dan minyak distilasi pekan lalu. Khusus pasokan minyak mentah menurun di luar perkiraan dan merupakan pertama dalam empat pekan.

“Saya pikir cukup jelas pasokan yang mengetat dan kekhawatiran terhadap pertumbuhan permintaan yang mereda merupakan dorongan bagi pasar hingga menyentuh level tertingginya dalam lima bulan,” ujar Wakil Kepala Riset Pasar Tradition Energi Gene McGillian di Stamford, Connecticut.

Pekan lalu, perusahaan energi AS memangkas jumlah rig pengeboran minyak untuk pertama kalinya dalam tiga pekan. Pemangkasan tersebut terjadi seiring turunnya proyeksi pertumbuhan minyak shale, sumber minyak terbesar AS.

Lihat juga:IHSG Diproyeksi Terus Menguat Berkat Aliran Modal Asing

Perusahan layanan sektor energi Baker Hughes mencatat, jumlah rig AS turun 8 pada pekan yang berakhir 18 April 2019. Jumlah rig merupakan indikator awal produksi di masa mendatang.

Harga minyak tahun ini telah mendapatkan dorongan dari kesepakatan pemangkasan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan negara sekutunya, termasuk Rusia. Sejak Januari 2019 lalu, kelompok yang dikenal dengan sebutan OPEC+ ini sepakat memangkas produksinya sebesar 1,2 juta bph.

Pasokan global juga makin ketat akibat pengenaan sanksi AS terhadap Venezuela dan Iran yang merupakan anggota OPEC.

Pada April lalu, data tanker dan sumber Reuters menyatakan produksi minyak mentah Iran telah merosot ke level terendahnya tahun ini. Hal ini mengindikasikan berkurangnya minat pembeli sebelum tekanan lebih besar dari AS yang telah diperkirakan.

Lihat juga:Investigasi Subsidi Ekspor Biodiesel RI oleh UE Berlanjut

Selanjutnya, kuatnya data penjualan ritel AS dan pendapatan perusahaan meredakan kekhawatiran perlambatan ekonomi global yang sebelumnya dipicu oleh hasil survei manufaktur di Asia dan Eropa yang mengecewakan.

Namun demikian, reli kenaikan harga pada pekan lalu tertahan oleh penguatan dolar AS terhadap mata uang negara lain. Sebegai catatan, penguatan dolar AS membuat harga minyak mentah menjadi relatif lebih mahal bagi pembeli global.

“Penguatan dolar AS secara signifikan, khususnya terhadap Euro, cenderung membatasi minat pembelian,” ujar Pimpinan Ritterbusch and Associates Jim Ritterbusch dalam catatannya.

Source : cnnindonesia.com