Pertamina Segera Teken Kontrak Blok Rokan

Pertamina Segera Teken Kontrak Blok Rokan

Jakarta, CNN Indonesia — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan PT Pertamina (Persero) telah membayar bonus tanda tangan (signature bonus) untuk Wilayah Kerja Rokan, Riau senilai US$784 juta atau sekitar Rp11,4 triliun (asumsi kurs Rp14.500 per dolar AS).

Pembayaran bonus tanda tangan memang wajib dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sebelum penandatangan Kontrak Kerja Sama pengelolaan blok migas.

Pada 31 Juli 2018 lalu, pemerintah telah mengumumkan penunjukan Pertamina sebagai KKKS Blok Rokan setelah masa kontrak PT Chevron Pacific Indonesia habis pada 2021.

“Sudah (dibayar),” ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Rabu (26/12).

Lihat juga:Hasil Lelang Blok Migas Tahap III Diumumkan Pekan Ini

Djoko mengungkapkan, selain pembayaran bonus tanda tangan, perseroan juga telah membayar jaminan pelaksanaan (performance bond) komitmen kerja pasti (KKP) investasi untuk lima tahun.

Besaran jaminan pelaksanaan tersebut adalah US$50 juta atau 10 persen dari KKP yang nilainya mencapai US$500 juta. KKP tersebut dialokasikan untuk kegiatan eksplorasi migas baik di Blok Rokan maupun di area lain (open area).

Setelah melunasi bonus tanda tangan, lanjut Djoko, pemerintah dan Pertamina akan menandatangani kontrak bagi hasil (Production Sharing Cost/PSC).

“(Tanda tangan kontrak) secepatnya,” ujar Djoko.

Lihat juga:Harga Minyak Terkerek 8 Persen Usai Libur Natal

Sesuai kesepakatan, pemerintah memisahkan ketentuan bagi hasil di lapangan eksisting Blok Rokan menjadi dua yaitu Lapangan Duri dan Lapangan non-Duri.

Jika dirinci, porsi pemerintah di Lapangan Duri adalah 35 persen dan kontraktor, 65 persen untuk produk minyak. Khusus produk gas, porsi pemerintah adalah 30 persen dan kontraktor 70 persen. Bagian kontraktor sudah termasuk dengan komponen dasar, komponen variabel dan penambahan delapan persen bagi hasil sesuai diskresi yang diberikan pemerintah.

Di lapangan non-Duri, porsi pemerintah untuk produk minyak adalah 39 persen, 61 persen sisanya untuk kontraktor. Untuk produk gas, porsi pemerintah 34 persen dan kontraktor 66 persen. (sfr/agt)

Source : cnnindonesia.com