Pasokan Tinggi dan Perlambatan Ekonomi Tekan Harga Minyak

Pasokan Tinggi dan Perlambatan Ekonomi Tekan Harga Minyak

SINGAPURA – Harga minyak turun pada perdagangan awal pekan ini setelah sejumlah perusahaan energi di Amerika Serikat (AS) menambahkan rig untuk pertama kalinya tahun ini, yang menandai bahwa produksi minyak mentah di Negeri Paman Sam itu akan naik lebih lanjut.

Minyak mentah berjangka spot AS CLc1 turun USD32 sen, ke posisi USD53,37 per barel, atau 0,6% dari harga penutupan terakhirnya. Sementara minyak mentah berjangka internasional Brent LCOc1 merosot ke USD61,37 per barel, turun USD27 sen, atau 0,4%.

Analis mengatakan produksi minyak mentah AS yang tinggi, yang mencapai rekor 11,9 juta barel per hari (bph) akhir tahun lalu telah membebani pasar minyak.

Kendati demikian, merasa output dapat naik lebih lanjut, perusahaan-perusahaan energi AS pekan lalu menaikkan jumlah rig untuk mencari minyak baru untuk pertama kalinya pada tahun 2019. Berdasarkan laporan perusahaan jasa energi Baker Hughes, tertdapat tambahan 10 fasilitas baru hingga total menjadi 862 rig.

Di luar pasokan minyak, pertanyaan kunci untuk tahun ini adalah pertumbuhan permintaan. Konsumsi minyak telah meningkat terus, menjadi rata-rata di atas 100 juta bph untuk pertama kalinya pada tahun 2019, yang sebagian besar didorong oleh China.

Namun, perlambatan ekonomi di tengah sengketa perdagangan antara Washington dan Beijing juga membebani ekspektasi pertumbuhan permintaan bahan bakar.

China, yang mencatat laju pertumbuhan ekonomi paling lambat sejak 1990 tahun lalu, sedang berusaha membendung perlambatan dengan langkah-langkah stimulus fiskal yang agresif.

Tetapi ada kekhawatiran bahwa langkah-langkah ini mungkin tidak memiliki efek yang diinginkan sepenuhnya, karena ekonomi China sudah sarat dengan utang besar dan pengeluaran pemerintah yang besar, namun terlihat tidak banyak berguna.

Secara umum, pasokan minyak yang tinggi dan perlambatan ekonomi telah membebani prospek harga minyak.

“Kami memperkirakan harga minyak mentah AS berkisar antara USD50-60 per barel pada 2019 dan sekitar USD10 lebih (tinggi) untuk Brent,” kata Tortoise Capital Advisors dalam prospek pasar minyak 2019 yang dikutip Reuters, Senin (28/1/2019).

Namun, Tortoise menambahkan bahwa harga minyak akan didukung di atas USD50 per barel karena Arab Saudi diyakini tidak akan lagi mau menerima harga minyak yang lebih rendah dari itu.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), secara de facto yang dipimpin oleh Arab Saudi, mulai mengurangi pasokan akhir tahun lalu untuk memperketat pasar dan menaikkan harga.

Source : sindonews.com