TAMBAL DEFISIT, ARAB SAUDI CARI UTANG

DUBAI, RABU – Arab Saudi tengah mencari pinjaman luar negeri senilai 6 miliar-8 miliar dollar AS guna menambal defisit anggarannya akibat anjloknya harga minyak mentah di pasar global. Pinjaman itu bakal menjadi pinjaman pertama Arab Saudi yang jumlahnya signifikan dalam satu dasawarsa terakhir.

Pemerintah Arab Saudi, Rabu (9/3), dikabarkan sedang dalam proses permintaan proposal dari calon pihak yang siap memberikan pinjaman dalam bentuk mata uang dollar AS. Pinjaman itu dalam jangka waktu lima tahun dengan opsi menambah jumlahnya.

Sumber menyatakan, lembaga penasihat yang berbasis di London, Inggris, Verus Partners, yang didirikan mantan bankir Citigroup-Mark Aplin dan Andrew Elliot-menjadi penasihat Pemerintah Arab Saudi dalam proses pencarian pinjaman itu. Juru bicara Venus Partners yang coba dikonfirmasi menolak berkomentar untuk persoalan itu.

Riyadh berupaya menaikkan cadangan devisanya setelah harga minyak melorot 64 persen dari harga tertinggi pada 2014. Pinjaman Arab Saudi itu dilakukan di tengah harga minyak dunia yang saat ini di kisaran 41 dollar AS per barrel di pasar berjangka Eropa, atau harga tertinggi sejak awal Desember 2015.

Sumber yang dekat dengan keluarga kerajaan, menurut The Wall Street Journal, juga sedang menimbang-nimbang menjual sebagian saham perusahaan minyak raksasa Saudi Arabian Oil Co (Aramco) di bursa Internasional untuk mendapatkan dana segar dan menginvestasikannya ke sektor yang memberikan imbal hasil lebih besar.

Menekan Anggaran

Penurunan harga minyak mentah di pasar global yang sempat menembus harga di bawah 30 dollar AS per barrel telah menekan anggaran Arab Saudi yang pada satu dekade terakhir mampu menumpuk devisa dari minyak senilai 600 miliar dollar AS.

Tahun lalu, misalnya, kerajaan itu menderita defisit anggaran hampir 100 miliar dollar AS. Untuk mengatasi itu, Pemerintah Arab Saudi, antara lain, menarik kembali asset-asetnya di luar negeri secara besar-besaran dan juga menerbitkan suatu utang di pasar domestik. Namun, karena kuatnya tekanan terhadap mata uang riyal Saudi, nilai aset-aset itu pun diperkirakan hanya akan bertahan beberapa tahun dan bakal semakin turun. Sementara penerbitan surat utang telah menekan likuiditas di sistem perbankan setempat.

Pinjaman swasta di Arab Saudi juga menjadi perhatian analis pasar. Sejumlah analis memperkirakan, jumlah pinjaman enam negara eksportir minyak di kawasan Arab, termasuk Arab Saudi, secara total diperkirakan dapat mencapai 20 miliar dollar AS. Jumlah itu jauh berbeda dari kondisi tahun-tahun lalu saat kawasan Arab melimpah dana dan bahkan sampai meminjamkannya ke sejumlah negara di dunia.

Keenam negara itu telah meluncurkan aneka program pinjaman utang ataupun berencana berutang sebagai respons atas anjloknya harga minyak mentah di pasar global. Pinjaman itu tidak terelakkan akibat semakin langkanya dana dari investor global yang masuk ke kawasan itu.

Sebagaimana diwartakan sebelumnya, pada pertengahan Februari lalu lembaga pemeringkat Standard & Poor’s telah memotong peringkat utang jangka panjang Arab Saudi menjadi A-minus. Lembaga pemeringkat utang lainnya, Moody’s Investors Service, juga tengah mengkaji prospek perekonomian serta membuka kemungkinan penurunan peringkat utang jangka panjang negeri itu. (REUTERS/JOY/BEN)

Source : Kompas – 11 Maret 2016