Selat Malaka Dan Selat Singapura Siap Disulap Seperti Baltik

Gloria Fransisca Katharina Lawi Rabu, 28/09/2016 08:25 WIB

 

19Selat Malaka

Bisnis.com, YOGYAKARTA – Kementerian Perhubungan dan pemerintah negara Malaysia serta Singapura mengupayakan koordinasi pemanduan kapal di Selat Malaka dan Selat Singapura seperti pemanduan kapal perairan Baltik dalam agenda Cooperative Mechanism Forum.

Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan, Antonius Tonni Budiono menyatakan pemanduan kapal di Selat Malaka dan Selat Singapura yang melalui tiga negara; Indonesia, Malaysia, dan Singapura ideal untuk dikelola seperti pemandauan kapal di Perairan Baltik.

“Di Baltik itu kan ada beberapa negara yang membuat perjanjian atas pemanduan kapal di Peraian Baltik. Nah ini arahnya juga kesana, seperti membuat badan pemanduan bersama,” ungkap Tonni di Royal Ambarrukmo Hotel, Yogyakarta, Senin malam (26/9).

Dia menjelaskan perjanjian kerjasama antar negara ini akan memudahkan pemanduan kapal lintas teritori. Jika berkaca dari Perairan Baltik, pinggiran Laut Baltik terdiri atas garis pantai Denmark, Swedia, Finlandia, Rusia, Estonia, Latvia, Lithuania, Polandia dan Jerman.Â

Pada daerah utara disebut Bothnian Bay. Wilayah Laut Baltik paling utara terletak di antara wilayah Stockholm di Swedia, Estonia, dan barat daya Finlandia. Teluk Kiel berada di bagian barat Laut Baltik. Adapun tiga selat Denmark yaitu; Great Belt, Little Belt, dan The Sound, menghubungkan Laut Baltik dengan Kattegat Bay di Laut Utara dan selat Skagerrak.

Dengan mencontoh Perairan Baltik, Tonni menjelaskan ketika sebuah kapal melalui perairan di Indonesia hendak menuju Malaysia, pemerintah Indonesia sudah bisa mengomunikasikan terlebih dahulu pergerakan kapal ke pemerintah Malaysia. Koordinasi tersebut sangat penting agar setiap pemanduan kapal di setiap negara beroperasi secara optimal guna mencegah kecelakaan kapal atau pencemaran lingkungan.

Kata Tonni, jika kesepakatan itu disetujui pada pertemuan Cooperative Mechanism Forum pekan ini di Yogyakarta, maka jika terjadi kecelakaan di perairan Selat Malaka dan Selat Singapura sudah ada aturan siapa yang bertanggung jawab untuk atas kapal tersebut.

“Jadi nanti kalau ada kecelakaan kapal yang pertama kali harus menolong adalah negara tempat teritor kapal tenggelam. Nanti setelah itu baru negara-negara mitra ikut bekerjasama menyelesaikan masalah tersebut,” kata Tonni.

Guna mewujudkan perjanjian lintas negara di Selat Malaka dan Selat Singapura seperti Perairan Baltik maka dibutuhkan kajian-kajian kondisi sosial lingkungan di perairan tersebut, serta rumusan standar pelayanan pemanduan kapal yang akan diberlakukan di setiap negara yang terlibat.

“Intinya standar minimum dipenuhi dan pelayanan pemanduan kapal ditingkatkan,” terangnya.

Chairman Cooperative Mechanism Forum 2016, Adolf Richard Tambunan menyatakan ada beberapa praktik dalam Perairan Baltik yang bisa diadopsi oleh negara-negara tripartite; Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Oleh sebab itu, perlu ada kesamaan aspek tenaga pemandu dari tiga negara.
“Aspek standar tenaga pandu, SOP nya, maka kita merujuk ke sana terhadap langlah-langkah yang mereka lakukan. Pelabuhan pemandu nanti baiknya adalah tenaga pandu dari Malaysia, Indonesia, Singapiura, standarnya harus sama,” ungkap Adolf.

Selain itu Adolf menambahkan, standar pelatihan dari Indonesia, Malaysia, dan Singapura juga mendapatkan dukungan dari International Maritime Organization (IMO). Hal ini mengingat penyelesaian masalah kepentingan pendapatan, pencemaran lingkungan, dan keselamatan pelayaran di Selat Malaka dan Selat Singapura adalah salah satu agenda yang diusung oleh IMO kepada Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

Editor : Mia Chitra Dinisari

Source : bisnis.com