Sektor Hilir Mendominasi

Logo Pertamina

JAKARTA — Sektor hilir yang mencakup pen jualan bahan bakar minyak, menopang 70% kinerja PT Pertamina (Persero) pa da 2016 dengan membukukan laba bersih US$3,15 miliar naik 122% dibanding kan dengan tahun sebelumnya US$1,42 miliar.

Margin sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (earnings before interest, tax, depreciation and amortization/ EBITDA) Pertamina pada 2016 US$20,73 miliar naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya US$12,28 miliar. Laba operasi US$6,19 miliar naik dibandingkan dengan 2015 sebesar US$3,92 miliar. Sementara itu, laba bersih
sepanjang 2016 US$3,15 miliar naik 122% dibandingkan dengan tahun sebelumnya US$1,42 miliar.

Pendapatan perseroan pada tahun lalu US$36,49 miliar turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya US$41,76 miliar. Capaian tersebut diperoleh dari efisiensi di semua lini
sebesar US$2,67 miliar. Realisasi efi siensi tertinggi berasal dari sektor hulu minyak dan gas bumi US$1,2 miliar dan sektor pengolahan US$856 juta. Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengatakan, kinerja Pertamina sepanjang tahun lalu masih didominasi oleh kontribusi sektor hilir  migas yang mencapai 70%.

Rendahnya harga minyak pada tahun lalu membuat kinerja sektor hilir melesat. “Porsi 2016, 70% dikontribusikan dari hilir,” ujarnya dalam jumpa pers kinerja Pertamina 2016, Kamis (16/3). Rendahnya harga minyak akhirnya meningkatkan penjualan BBM nonsubsidi seperti Pertamax dan Pertalite. Penjualan liquefi ed petroleum gas (LPG) pada tahun lalu 12,06 juta ton atau naik 6,3% dibandingkan dengan tahun sebelumnya 10,67 juta ton.

Untuk jenis bahan bakar minyak (BBM), tersalur 64,63 juta kiloliter (kl) atau naik 2,8% dari tahun sebelumnya 61,8 juta kl. Konsumsi BBM bersubsidi seperti Solar dan
Premium pada tahun lalu turun 11,7% yakni menjadi 23,78 juta kl dari 26,94 juta kl pada 2015. Konsumsi BBM  nonsubsidi pada tahun lalu naik cukup signifi kan.

SEKTOR PENGOLAHAN
Sementara itu, kinerja sektor pengolahan pada tahun lalu dapat dilihat dari naiknya hasil produk yang bernilai tinggi menjadi 77,76% dari sebelumnya 73,21% pada 2015. Di sisi
lain, biaya pokok produksi kilang Pertamina semakin rendah menjadi 97,1% atau turun 6,3% dibandingkan dengan tahun sebelumnya 103,6%.

“Inovasi-inovasi karena produk yang kami launching seperti Pertalite, Dexlite, itu juga bantu kami untuk mendapat cerukceruk pasar baru,” katanya. Namun, dia menyebutkan,
kontribusi lini usaha hulu dan hilir pada tahun ini akan imbang karena harga minyak mentah merangkak naik. Menurutnya, dengan stabilnya harga minyak pada kisaran
US$55 per barel, perseroan patut waspada karena kinerja sektor hilir berpotensi turun.

Di sisi lain, kinerja sektor hulu akan membaik seiring dengan merangkaknya harga minyak. Selain itu, keuntungan di sektor hilir berpotensi kian tergerus karena mendapat tugas
untuk menstabilkan harga jual BBM jenis Premium dan Solar yang masih mendapatkan subsidi. Sejak April 2016, harga dua jenis BBM tersebut tak  mengalami perubahan hingga
tiga bulan pertama tahun ini. Premium dijual Rp6.450 per liter dan Solar Rp5.150 per liter. Penjualan BBM nonsubsidi pun bisa kembali turun bila se lisih harganya melebihi Rp1.000 per liter.

Padahal, perseroan menargetkan pada 2019 konsumsi Premium bisa diganti Pertamax dan Pertalite. Dalam kesempatan yang sama, Dirut Pertamina Elia Massa Manik mengatakan, volatilitas harga minyak merupakan faktor dari luar perseroan yang tidak bisa dikontrol. Namun, pergerakan harga minyak harus diwaspadai agar capaian positif
bisa dipertahankan. “Pertamina telah melalui 2016 dengan cukup baik. Namun, gejala yang muncul pada kuartal keempat 2016 masih tetap harus diwaspadai sepanjang tahun ini dengan berbagai langkah antisipasi yang sudah dicanangkan dan diamanatkan pemegang saham,” kata Elia.

Editor : Mia Chitra Dinisari

Source : bisnis.com