Rencana Kalla Group Bangun PLTA 1.535 MW

Muhammad Idris – detikfinance
Kamis, 18/08/2016 08:50 WIB
20
Poso -Untuk memenuhi lonjakan kebutuhan listrik di luar Pulau Jawa, Kalla Group tengah mengebut pembangunan 4 lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).

Tak main-main, perusahaan yang berkantor pusat di Makassar ini menargetkan kapasitas terpasang semua PLTA yang dibangunnya sebesar 1.535 Mega Watt (MW).

Direktur Utama PT Poso Energy, Achmad Kalla mengungkapkan, 3 proyek PLTA berada di Pulau Sulawesi yakni PLTA Poso sebesar 655 MW, PLTA Toraja 180 MW, dan PLTA Mamuju 450 MW. Sisanya ada di Kerinci Provinsi Jambi dengan kapasitas 250 MW.

“Bukan lagi rencana, sedang buat malah. Di Toraja, Sulawesi Selatan. Satu lagi di Kerinci Jambi paling besar 250 MW sedang berlangsung, baru tahap awal, baru persiapan, itu didanai BNI dan konsorsium bank swasta lainnya,” kata Achmad ditemui di PLTA Poso II, Poso, Sulawesi Tengah, Rabu (18/8/2016).

PT Poso Energy sendiri merupakan bagian dari anak usaha Grup Kalla di sektor energi. Perusahaan tersebut membangun dan mengoprasikan PLTA Poso II dengan kapasitas terpasang 3×65 MW. Pihaknya saat ini tengah membangun PLTA Poso I sebesar 2×20 MW yang akan selesai pada 2019, dan PLTA Poso III kapasitas 4×100 MW dan selesai pada 2022.

“Investasi total semua besar sekali. Tapi kira-kira yang ini 1 PLTA saja Rp 4 triliun (PLTA Poso II), yang sedang dibangun (PLTA Poso I) Rp 2,5 triliun,” jelas Achmad.

Menurut dia, pembangunan PLTA yang lebih ramah lingkungan paling cocok untuk mendukung hilirisasi industri pertambangan atau smelter. Di sisi lain, trasmisi antar semua provinsi di Sulawesi belum terhubung dalam satu transmisi listrik.

“Kalau di sini smelter yang terbanyak di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, di situ letak tambangnya. Sekarang ada smelter mereka itu buat pembangkit sendiri, sedangkan paling cocok PLTA, karena batu bara listriknya nggak bisa naik turun, kaya mobil kan di gas-gas. PLTU jalannya lama setelah dihidupkan, kalau PLTA beda, bisa muter dengan cepat, smelter butuh seperti itu,” pungkas Achmad.

Alasan Swasta Jarang Bangun Pembangkit Listrik

Alotnya proses nogosiasi harga jual listrik dari pembangkit swasta atau IPP (independent power producers) dengan PT PLN (Persero), jadi salah satu alasan lambatnya percepatan pembangunan pembangkit listrik di Indonesia.

Achmad mengatakan prosedur penetapan harga listrik oleh perusahaan setrum pelat merah tersebut dianggap terlalu rumit.

“Begini, PLN itu semuanya dipersoalkan, teknis dipersoalkan, barang bagaimana, harga bagaimana, jadi persoalan panjang lebar, jadi semua dinegosiasikan. Jadi bikin lama, tapi ujung-ujungnya harganya sama juga. Itu persoalan,” kata Achmad.

Dia memberi contoh, khusus untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), yang harga jual listriknya sudah ditetapkan pemerintah saja, masih harus lewat negosiasi panjang dengan PLN.

“Kaya lagi mikrohidro itu sudah tidak ada negosiasi harga lagi harusnya, karena sudah ada harga ditetapkan aturan pemerintahnya, tapi yang masalah PLN tidak mau ikuti Peraturan Menteri, itu mikrohidro loh yah. PLN maunya lebih rendah, makanya ribut lah itu asosiasi mikrohidro dengan PLN sampai hari ini,” ujar Achmad.

“Karena asosiasi maunya sesuai dengan Peraturan Menteri, PLN nggak mau. Penyebabnya karena harga batu bara dan minyak pada turun, jadi otomatis harga pembangkit lebih rendah menurut versi PLN. PLTA berbeda lagi,” tambah mantan Presiden Direktur PT Bukaka Tekhnik Utama Tbk ini. (ang/ang)

Source : detik.com