Penggugat Berkeras Izin Reklamasi Pulau F, I, dan K Ilegal
PTUN Jakarta menggelar sidang beragendakan penyerahan kesimpulan pengguat, Selasa (24/2). Dua pekan ke depan, hakim sudah harus membacakan putusan. (ANTARA FOTO/Agus Suparto)
“Izin itu juga tidak dilengkapi analisis dampak lingkungan yang komperhensif, padahal itu salah satu syarat undang-undang,” ujar kuasa hukum koalisi, Nelson Simamora, Kamis (24/2).
Nelson menuturkan, ketiadaan dokumen amdal memunculkan potensi banjir dan peningkatan konsentrasi limbah. Ia menilai, dua hal itu dapat terjadi jika pembangunan tiga pulau yang sedang mereka persoalkan dilanjutkan.
Dalam kesimpulannya, koalisi meminta majelis hakim PTUN mengabulkan permohonan penundaan pembangunan Pulau F, I, dan K. Ia optimis petitum kliennya akan diterima.
Dua pekan setelah penyerahan kesimpulan penggugat, majelis hakim sudah harus mengeluarkan putusan.
Diberitakan sebelumnya, keputusan hukum dipermasalahkan koalisi adalah Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta tentang pemberian izin pelaksanaan reklamasi, masing-masing bernomor 2268/2015 (Pulau F kepada PT Jakarta Propertindo), 2269/2015 (Pulau I kepada PT Jaladri Kartika Pakci) dan 2485/2015 (Pulau K kepada PT Pembangunan Jaya).
SK pemberian izin reklamasi Pulai F dan I terbit 22 Oktober 2015, sementara SK untuk Pulau K muncul pada 17 November 2015.
Mei 2016, PTUN Jakarta membatalkan izin reklamasi pulau G yang didasarkan pada SK bernomor 2238/2014. Pengerjaan pembangunan pulau itu sedianya diserahkan kepada PT Muara Wisesa Samudera.
Pemprov DKI kemudian mengajukan banding atas putusan pembatalan izin reklamasi Pulau G itu. Pengadilan Tinggi TUN pun memenangkan pemprov pada tahap itu. Namun pada November 2016, koalisi melanjutkan perkara ke tingkat kasasi.
(abm/yul)