Lelang Blok Migas Nonkonvensional Belum Menarik

Bisnis.com, JAKARTA– Lelang blok minyak dan gas bumi nonkonvensional masih belum bisa menarik pelaku usaha karena belum bisa mengimplementasikan jenis kontrak yang bisa membuat proyek berjalan sesuai skala ekonomi.

Adapun, pemerintah telah mengatur Peraturan Menteri No.38/2015 tentang Percepatan Pengembangan Wilayah Kerja Migas Nonkonvensional namun hingga saat ini belum bisa diterapkan. Dalam beleid tersebut dituliskan beberapa jenis kontrak yang mungkin bisa diterapkan dalam mengembangkan blok migas nonkonvensional.

47ilustrasi: Bisnis
Ketiga jenis kontrak yang tertera yakni kontrak bagi hasil dan kontrak bagi hasil dinamis seperti yang berlaku pada Blok migas konvensional serta gross split sliding scale. Berbeda dengan dua skema kontrak lainnya, skema gross split sliding scale didefinisikan sebagai suatu bentuk kontrak bagi hasil berdasarkan pembagian produksi secara menyeluruh dan progresif setiap tahun.Hasil penjualan nantinya akan dibagi berdasarkan ketetapan bagi hasil yang tertera pada kontrak kerjasama. Penerapan skema ini tak memberlakukan mekanisme pengembalian biaya operasi atau cost recovery.

Pada penawaran kali ini, pemerintah melelang tiga wilayah kerja migas nonkonvensional yakni Blok Batu Ampar, Blok Raja dan Blok Mas. Adapun, blok shale hidrokarbon Batu Ampar berada di Kalimantan Utara dengan luas wilayah 2.452 kilometer persegi.

Pada blok tersebut terdapat cadangan gas sebesar 7,08 trillion cubic feet (tcf) dan minyak sebesar 21,37 juta barel (million barrel oil/MMBO) yang ditawarkan melalui lelang reguler. Sebagai komitmen awal, kontraktor harus melakukan studi geologi dan geofisika juga mengebor satu sumur eksplorasi. Pada lelang ini, skema bagi hasil atau split dan bonus tanda tangan bisa ditetapkan secara fleksibel.

Kemudian, untuk blok gas metana batubara, terdapat dua blok di Sumatera Selatan yang ditawarkan yakni Blok Raja seluas 580,5 kilometer persegi yang mengandung cadangan sebesar 0,92 tcf gas serta Blok Bunga Mas seluas 483,6 kilometer persegi dengan cadangan sebesar 1,92 tcf. Keduanya ditawarkan melalui penawaran langsung.

Adapun, komitmen awal yang harus dilakukan yakni kajian geologi dan geofisika, mengebor satu sumur eksplorasi, dua core hole dan tes produksi.

CEO Ephindo Sammy Hamzah mengatakan pihaknya mengapresiasi langkah pemerintah dengan menjadikan komponen skema bagi hasil dan bonus tanda tangan yang turut dilelang. Dengan demikian, pelaku usaha bisa menetapkan sendiri skema bagi hasil dan bonus tanda tangannya.

Namun, menurutnya, hal itu belum cukup membuat menarik pengembangan blok migas nonkonvensional. Pasalnya, pengembangan blok migas nonkonvensional membutuhkan keleluasan lebih. Kendati Peraturan Menteri telah diterbitkan, implementasinya masih jalan di tempat. Skema bagi hasil gross split sliding scale yang dianggap cocok untuk pengembangan coal bed methane (CBM) atau gas metana batubara dan minyak gas satuan dangkal atau shale hidrokarbon belum dilirik meski memiliki potensi.

“Ini merupakan langkah baru bahwa yang ditawarkan juga termasuk split-nya namun itu juga tidak cukup (untuk mengembangkan blok migas nonkonvensional),” ujarnya di sela acara pengumuman penawaran lelang blok migas nonkonvensional di Jakarta, Senin (31/10).

Dia menilai beleid tersebut merupakan buah saran pelaku usaha kepada pemerintah. Sayangnya, sejak ditetapkan pada 2015, beleid tersebut belum bisa diterapkan meskipun bisa membuat pengembangan blok migas nonkonvensional melaju lebih cepat. Oleh karena itu, pihaknya belum melihat penawaran yang menarik dari pemerintah pada lelang kali ini.

“Jadi selagi itu belum ada perubahan, kami tidak melihat untuk kami berpartisipasi dalam lelang ini.”

Dihubungi terpisah, Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) Syamsu Alam mengatakan untuk saat ini pihaknya belum memiliki rencana untuk menambah blok migas nonkonvensional.

Sebelumnya, Pertamina justru sedang menjual delapan blok migas nonkonvensional yakni Muara Enim I, Muara EnIm III, Suban I, Suban II, Air Benakat I, Air Benakat II, Air benakat III dan Tanjung II karena pengembangannya tak sesuai dengan skala ekonomi.

“[Kami] belum ada rencana untuk menambah wk non konvensional,” katanya.

Source: Bisnis.com