KETAHANAN ENERGI NASIONAL – Perkuat Cadangan Minyak

JAKARTA – Indonesia harus segera memiliki cadangan penyangga minyak yang bisa bertahan sampai minimal 30 hari sebagai antisipasi kondisi krisis dan darurat energi seperti bencana alam atau perang.

Saat ini, Indonesia sama sekali tidak memiliki cadangan penyangga minyak. Kalau pun ada stok saat ini, minyak itu milik PT Pertamina (Persero) yang rata-rata hanya cukup untuk kebutuhan selama 22 hari.

Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia tertinggal dalam hal urusan cadangan penyangga minyak. Dia memberikan contoh Myanmar sebagai sesama anggota Asean memiliki cadangan penyangga minyak untuk 4 bulan. Vietnam 2 bulan, Amerika Serikat 7 bulan, dan Jepang 6 bulan.

“Kita, sehari pun tidak punya,” tutur Sudirman di Jakarta pekan lalu.

Menurut dia, dalam 5 tahun ke depan, Indonesia sudah harus memiliki infrastruktur seperti kilang agar bisa menampung cadangan penyangga energi minimal 30 hari atau 1 bulan.

Saat ini pemerintah masih mencari formula yang tepat untuk memperkuat cadangan penyangga minyak nasional. Hitung-hitungan kasar, butuh anggaran hingga US$17 miliar untuk pengadaan 45 juta barel minyak dan membangun infrastruktur.

Langkah itu perlu ditempuh di tengah tren penurunan produksi atau lifting minyak nasional dalam beberapa tahun terakhir dan eksplorasi minyak yang tak menunjukkan peningkatan. Satu sisi, konsumsi minyak nasional terus tumbuh.

Kementerian ESDM tengah membicarakan bersama Kementerian Keuangan terkait dengan bagaimana mendanai cadangan penyangga minyak nasional. “Termasuk berbicara dengan produsen,” tutur Sudirman.

Untuk itu, Indonesia sudah membicarakan peluang kerja sama dengan anggota Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) seperti Arab Saudi, Iran, dan Kuwait.

Pemerintah juga sedang menyiapkan peta jalan yang menjabarkan jumlah tangki serta lokasi yang diperlukan untuk menyimpan cadangan tersebut, opsi sewa kilang, dan memperkuat pemanfaatan energi terbarukan. Kajian ditargetkan selesai sebelum pertengahan tahun ini.

Dalam jangka pendek, penghimpunan stok minyak melalui impor masih menjadi opsi yang ditempuh pemerintah. Indonesia diuntungkan dengan rendahnya harga minyak di pasar global.

Alokasi dana yang dibutuhkan untuk memperkuat cadangan energi nasional, terutama minyak, nantinya dimasukkan dalam postur anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Selain itu, kebutuhan anggaran dapat diambil dari selisih penghematan subsudi BBM.

Hitungan pemerintah masih mampu menghemat anggaran Rp16 triliun apabila mencabut subsidi Solar dengan catatan harga bahan bakar tersebut tidak naik di pasaran. Pemerintah akan menurunkan harga BBM bersubsidi pada awal April menyikapi penurunan harga minyak dunia dan penguatan rupiah terhadap dolar AS.

Di tempat terpisah, Ketua Dewan Pakar Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Benny Lubiantara mengungkapkan harga minyak sulit tembus ke Ievel US$80 per barel hingga 2020.

Dalam seminar nasional Pentahelix Executive Forum dengan tema Pengelolaan Industri Migas Indonesia & Pengaruh Crude Price Saat Ini di Unpad, Sabtu (19/3), Benny menyebut belum ada satupun lembaga yang memproyeksikan harga minyak mentah dunia bisa pulih dalam waktu cepat.

 INVESTASI TANGKI

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM I. Gusti Nyoman Wiratmaja Puja menuturkan opsi yang masih terus dipertimbangkan pemerintah untuk penguatan cadangan penyangga minyak dalam negeri yakni melalui penyewaan tangki milik kontraktor kontrak kerja sama (KKSK).

Selain itu, pemerintah membuka kesempatan kepada pelaku usaha swasta baik dalam negeri maupun asing untuk ikut serta membangun tangki penyimpanan BBM. Wiratmaja mengaku sudah membicarakan masalah investasi tangki tersebut dengan anggota Kamar Dagang dan Industri (KADIN).

Kementerian ESDM juga mempertimbangkan usulan dari Komite Eksplorasi Nasional (KEN) untuk memasukkan kembali minyak yang sudah dibeli dari luar negeri ke dalam sumur-sumur milik KKKS di Indonesia.

Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), saat ini cadangan minyak nasional kurang dari 4 miliar barel atau hanya 3,7 miliar barel. Jumlah itu turun jauh dibandingkan dengan kondisi pada 1977 saat cadangan mencapai mencapai lebih dari 20 miliar barel.

Sementara itu, anggota Komisi VII DPR Satya Widya mengatakan, dalam kondisi harga minyak yang sedang rendah, pemerintah bisa saja mengurangi porsi bagi hasilnya dengan KKKS.”Bagi hasil bisa dinamis tergantung harga minyak.”

Senada dengan Satya, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara mengatakan permasalahan birokrasi di sektor hulu kerap menghambat kegiatan yang mestinya dilakukan oleh para KKKS.

Selain itu dia mengusulkan agar pemerintah berani memberikan insentif fiskal di tengah rendahnya harga minyak supaya kegiatan eksplorasi tidak terhenti.” Kalau harga seperti ini memang sulit untuk eksplorasi karena kontraktor bisa rugi. Makanya perlu insentif baik fiskal maupun nonfiskal.”

Dalam rencana kerja dan anggaran (work plan and budget/WP&B) 2016, produksi minyak dipatok 827.780 barel per hari, sedangkan dalam APBN 2016, lifting minyak ditargetkan bisa mencapai 830.040 barel per hari. (Duwi Setiya Ariyanti/Fajar Sidik)

Anna L. Ciptaningtyas & Lucky L. Leatemia (redaksi@bisnis.com)

Source : Bisnis Indonesia – 21 Maret 2016