EMITEN PERKAPALAN – Koreksi Harga Minyak Lilit Kinerja LEAD

Rivki Maulana – Rabu, 01/06/2016 06:51 WIB

130916_kapal-laut

Hingga perdagangan pekan lalu, harga minyak WTI terus bergerak naik dan menembus level US$50 per barel, cukup jauh meninggalkan titik nadir pada awal tahun ini yang sempat menyentuh level US$29 per barel.

Sektor-sektor yang terkait erat dengan harga minyak, dari hulu hingga hilir  turut harap-harap cemas, apakah tren ini akan berlanjut atau hanya sesaat? Bila harga minyak terus mendaki, roda bisnis bisa selamat. Namun, bila yang terjadi sebaliknya, badai belum akan berlalu dalam waktu dekat.

Salah satu emiten yang terhempas akibat kemerosotan harga minyak adalah PT Logindo Samudramakmur Tbk. Perusahaan ini bergerak di industri jasa penunjang lepas pantai atau offsore service vessel (OSV). Kapal-kapal Logindo hilir mudik di proyek-proyek eksplorasi migas.

Namun, nestapa mulai terasa saat harga minyak mulai tergelincir. Aktivitas eksplorasi dikurangi. Klien-klien dari perusahaan migas meminta penurunan tarif sekaligus permintaan karena harga minyak tengah meriang.

Sepanjang 2015, pendapatan Logindo turun 31,71% menjadi US$47,12 juta dan laba bersih hanya tersisa  US$49.293, ambles  99,75% secara tahunan.

Pendapatan anjlok karena tingkat penggunaan kapal atau utilisasi turun dari 71% menjadi 51%. Saat ini, Logindo memiliki 60 armada kapal dengan berbagai varian.

Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, nasib baik juga belum menghampiri Logindo. Pendapatan perusahaan berkode saham LEAD itu turun 23% menjadi US$10,52 juta.

Penurunan pendapatan itu membuat pertahanan keuangan perusahaan jebol. Logindo menanggung rugi US$1,49 juta, berbalik dari untung US$3,55 juta pada periode sama tahun lalu.

Pefindo Riset & Konsultansi menilai prospek Logindo akan bergantung pada harga minyak. Tahun ini, Pefindo memproyeksi kinerja Logindo masih akan menghadapi ‘cuaca buruk’.

Dalam risetnya, Pefindo menjelaskan harga minyak diperkirakan bisa terjerumus dalam tren yang rendah seiring langkah Iran menggenjot produksi minyak. Per 31 Desember 2015, Iran memproduksi minyak 4,1 juta barel per hari, pasokan di pasar dunia pun kian melimpah.

Alhasil, perusahaan minyak di dalam negeri pun merespons dengan mengurangi kegiatan eksplorasi. Pengurangan pegawai tak terhindarkan. “Mengingat hal tersebut, kami melihat industri jasa kelautan akan terkena imbasnya dan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih,” tulis Pefindo.

Eddy Kurniawan Logam, Presiden Direktur Logindo, mengatakan harga minyak dunia sebetulnya punya potensi untuk kembali ke level memadai. Dia menilai harga minyak saat ini cenderung tidak realistis karena sikap negara-negara produsen minyak yang tak mau mengalah.

“Selisih supply dan demand itu hanya 2 juta barel, jadi kalau ada negara yang mengurangi produksi, harga minyak akan kembali pada level yang realistis di US$65-US$80 per barel,” jelas Eddy.

Agar bisnis tak karam, Logindo tahun ini akan fokus pada peningkatan utilisasi dan efisiensi. Utilisasi akan digenjot dengan memburu kontrak-kontrak jangka pendek.

Saat ini porsi kontrak jangka pendek mencapai 20% terhadap total pendapatan. Adapun, dari kontrak yang sudah ada, Logindo masih menggenggam kontrak senilai US$125 juta.

Pefindo memperkirakan kontrak-kontrak jangka pendek LEAD juga akan memperbaiki tingkat penggunaan armada ke level 60% dari posisi tahun lalu sebesar 53%.

JUAL KAPAL

Di sisi lain, Logindo juga berniat menjual 19 kapal sebagai langkah mengencangkan ikat pinggang. Sebagian besar kapal yang akan dijual merupakan kapal-kapal tug boat berusia uzur, mulai dari belasan hingga 20 tahun.

Eddy mengatakan Logindo terpaksa menjual kapal-kapal tersebut karena lebih sering melego jangkar ketimbang berlayar menerima pesanan. Nilai buku 19 aset kapal itu mencapai US$15 juta.

Dia menambahkan, rencana penjualan 19 kapal tersebut juga membuat Logindo berhemat US$437.000 karena menghentikan penyusutan sementara terhadap kapal-kapal tersebut.

Sementara itu, untuk kapal-kapal besar, Logindo juga memperpanjang masa penyusutan armada sehingga bisa menghemat biaya hingga US$2,2 juta.

Suvro Sarkar, analis DBS Vickers, memprediksi dampak dari penjualan armada kapal relatif tidak signifikan. Pasalnya, nilai buku armada yang akan dilego hanya US$15 juta dari total nilai buku armada Logindo sebesar US$220 juta.

“Kami memperkirakan sebagian besar armada akan terjual pada 2017 saat harga minyak dunia mulai mengalami perbaikan,” paparnya dalam riset yang dikutip Bisnis.

Logindo, menurut Sarkar, hanyalah korban dari rendahnya harga minyak. Di dalam negeri, bisnis yang digeluti Logindo diperburuk oleh reformasi kebijakan eksplorasi migas yang lambat, di samping kelebihan pasokan.

Kendati demikian, arus kas Logindo dalam pandangan Sarkar masih cukup kuat karena ada sisa obligasi yang masih bisa digunakan hingga 2020. Tahun lalu Logindo menerbitkan obligasi valas senilai US$50 juta dan saat ini tersisa US$21,6 juta.

Sundap Caruli, Direktur Keuangan Logindo, mengatakan dana tersebut siap digunakan jika perseroan berniat merambah bisnis baru. Adapun, tahun ini Logindo tidak mengalokasikan belanja modal.

Menurut Sundap, perseroan tengah menjajaki bisnis baru untuk mendiversifikasi sumber pendapatan. Sejumlah bisnis yang dijajaki antara lain pengerukan pasir laut, jasa penunjang kegiatan pelabuhan, hingga angkutan gas alam cair.

Editor : Gita Arwana Cakti

Source : bisnis.com