Limitasi Ekspor Iran Batasi Ruang Gerak Harga Minyak Mentah

Limitasi Ekspor Iran Batasi Ruang Gerak Harga Minyak MentahPembatasan ekspor Iran disebut telah membatasi ruang gerak harga minyak mentah. Akibatnya, harga minyak mentah berjangka Brent cuma naik tipis 0,3 persen.

Jakarta, CNN Indonesia — Harga minyak mentah dunia menguat tipis pada perdagangan Selasa (15/5), waktu Amerika Serikat (AS). Hal ini dipicu kekhawatiran bahwa sanksi AS terhadap Iran bakal membatasi ekspor minyak mentah dari salah satu produsen terbesar di Timur Tengah tersebut.

Dilansir dari Reuters, Rabu (16/5), harga minyak mentah berjangka Brent menanjak US$0,2 atau 0,3 persen menjadi US$78,43 per barel. Selama sesi perdagangan, harga Brent sempat menyentuh level US$79,47 per barel atau tertinggi sejak November 2014.

Sementara, harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) ditutup naik US$0,35 atau 0,5 persen menjadi US$71,31 per barel. WTI sempat mencapai level US$71,92 per barel selama sesi perdagangan, tertinggi sejak November 2014.

Lihat juga:Harga Emas Antam Turun Lagi Rp1.000 Jadi Rp654 Ribu per Gram

Harga minyak landai pada perdagangan setelah salah satu asosiasi industri American Petroleum Institute (API) menyatakan persediaan minyak mentah AS bertambah di luar perkiraan pekan lalu. Akibatnya, harga minyak mentah AS turun US$0,06 menjadi US$70,9 per barel. Sementara, Brent merosot US$0,22 menjadi Us$78,01 per barel.

Berdasarkan perkiraan API, persediaan minyak mentah AS naik hampir lima juta barel, jauh di atas perkiraan para analis yang memperkirakan pasokan bakal turun sekitar 763 ribu per barel. Data resmi dari Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) baru akan dirilis pada Rabu (16/5) pada pukul 10.30 pagi waktu setempat.

Selisih kedua harga acuan sempat mencapai US$8 per barel, terlebar sejak April 2015. Hal itu mencerminkan kenaikan pasokan minyak mentah AS dan risiko geopolitik yang lebih besar dari minyak mentah yang berbasis harga Brent.

Lihat juga:Neraca Dagang April Diramal Surplus oleh Ekonomi AS dan China

Produksi minyak mentah AS naik menjadi 10,7 juta barel per hari (bph) yang membuat terpenuhinya pasokan di pasar domestik AS.

EIA memperkirakan produksi minyak shale AS bakal naik sekitar 145 ribu menjadi 7,18 juta bph pada Juni 2018 mendatang.

Analis Price Futures Group Phil Flynn mengungkap untuk sementara harga Brent dipengaruhi oleh risiko pasokan minyak mentah di luar negeri mengingat kekhawatiran pasokan minyak mentah mengetat di Eropa dan bakal lebih mengetat lagi ke depan.

Lihat juga:Sentimen Positif Laporan OPEC Angkat Harga Minyak Dunia

Harga minyak mentah telah melesat lebih dari 70 persen sepanjang tahun lalu seiring melonjaknya permintaan sementara produksi dibatasi oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), yang dipimpin oleh Arab Saudi, dan produsen lain, termasuk Rusia.

Pemerintah AS telah mengumumkan bakal mengenakan sanksi terhadap Iran terkait program nuklir yang dilakuan. Hal ini meningkatkan kekhawatiran bahwa pasar bakal kekurangan pasokan begitu pembatasan perdagangan dilakukan.

Juru bicara pemerintah Iran menyatakan Iran bakal memulai kembali program pengayaan uranium jika tidak menemukan jalan untuk menyelamatkan perjanjian nuklir yang disepakati pada 2015 lalu dengan Uni Eropa.

Lihat juga:BPH Migas: 1.900 SPBU di Jawa, Bali, Madura Tak Jual Premium

Di sisi lain, kenaikan harga dibatasi kondisi China yang melaporkan investasi dan penjualan ritel pada April 2018 lebih rendah dari perkiraan. Selain itu, penjualan rumah juga terjadi penurunan.

Hal itu mengganggu proyeksi pertumbuhan ekonominya, meski para pembuat kebijakan berusaha mengendalikan risiko utang dan meredam sengketa dagang dengan AS.

Data kilang di China juga menimbulkan kekhawatiran karena beberapa kilang tak akan beroperasi lagi. Jumlah minyak yang diolah di kilang China pada bulan lalu naik hampir 12 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi sekitar 12,1 juta bph.

Lihat juga:Kicauan SBY Balas Kritik Jokowi soal Subsidi BBM

Selanjutnya, harga minyak juga tertekan oleh penguatan dolar AS ke level tertingginya melawan sekumpulan mata uang negara lain.

Seiring penguatan dolar, investor dari beralih dari komoditas yang diperdagangkan menggunakan dolar AS.

Meskipun ada tekanan terhadap harga, pasar tetap mendapatkan dukungan dari pemangkasan produksi oleh OPEC dan sekutunya serta dari pengenaan sanksi AS terhadap Iran.

Berdasarkan data OPEC yang dirilis pada awal pekan ini, persediaan minyak di negara maju anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pada Maret 2018 lalu merosot sebesar 9 juta barel di atas rata-rata dalam lima tahun, dari sebelumnya berada di atas rata-rata sebesar 340 juta barel di Januari 2017. (bir)

Source : cnnindonesia.com