Harga Minyak Mentah AS Tertekan Dibayangi Kenaikan Produksi

Harga Minyak Mentah AS Tertekan Dibayangi Kenaikan Produksi

Jakarta, CNN Indonesia — Harga minyak mentah berjangka Amerika Serikat (AS) West Texas Intermediate (WTI) kembali melemah sepanjang pekan lalu. Hal itu membuat selisih antara harga WTI dan harga minyak mentah berjangka acuan global Brent semakin melebar.

Dilansir dari Reuters, Senin (4/6), harga WTI sepanjang pekan lalu merosot 1,9 persen menjadi US$$66,56 per barel. Pada pekan sebelumnya, harga WTI juga telah merosot hampir lima persen.

Sementara itu, harga minyak mentah berjangka acuan Brent pada perdagangan Jumat (1/6) lalu ditutup di level US$76,65 per barel. Meski secara harian turun US$0,91, tetapi secara mingguan menguat tipis 0,3 persen.

Lihat juga:Pemerintah Tambah Subsidi Solar jadi Rp2.000 per Liter

Selisih antara harga WTI dan Brent sempat melebar ke level US$11,57 per barel, terlebar sejak 2015. Namun, di akhir sesi perdagangan kembali menyempit ke level US$10,19 per barel.

Pada Jumat lalu, harga minyak dunia dibuat bergejolak oleh pernyataan Presiden AS Donald Trump terkait perdagangan yang membuat kurs dolar AS menguat dibandingkan mata uang negara lain.

Trump menyatakan kepada Kanada dan Uni Eropa untuk melakukan sesuatu untuk menurunkan surplus perdagangan dengan AS. Hal itu diungkapkan sehari setelah mengenakan tarif impor pada produk baja dan aluminium dari kedua sekutunya tersebut, juga terhadap Meksiko.

Komentar Trump membuat kurs dolar AS makin perkasa dan membuat komoditas yang diperdagangkan dengan dolar AS menjadi relatif lebih mahal bagi pemegang mata uang lain.

Lihat juga:Sri Mulyani Akui Kenaikan Suku Bunga BI Bikin Ekonomi Landai

Selanjutnya, kekhawatiran terhadap pertumbuhan produksi minyak mentah AS juga menekan harga WTI. Akibatnya, selisih antara harga WTI dan Brent melebar hingga dua kali lipat dalam tempo sebulan.

Produksi minyak mentah AS terus mencetak rekor sejak akhir tahun lalu. Berdasarkan data Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA), produksi minyak mentah AS pada Maret lalu meningkat 215 ribu barel per hari (bph) menjadi 10,47 juta bph, rekor baru bulanan.

Pada pekan ketiga Mei, produksi minyak mentah Negeri Paman Sam naik menjadi 10,8 juta bph secara mingguan, mendekati produksi penghasil minyak terbesar di dunia Rusia.

“Angka mingguan menunjukkan produksi minyak AS sangat kuat dan masih akan meningkat lebih tinggi,” ujar Direktur Riset Komoditas ClipperData Matt Smith.

Selain itu, terdapat masalah keterbatasan kapasitas pipa pengangkut minyak. Akibatnya, beberapa area di AS terjadi kelebihan pasokan minyak. Hal ini juga menambah tekanan pada harga WTI.

Sumber Reuters dari Kementerian Energi Rusia menyatakan bahwa dalam beberapa bulan ke depan, Rusia dapat mengerek produksinya ke level normal, sebelum ada kesepakatan pemangkasan produksi global bersama Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).

Hal itu bisa terjadi jika OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia, sepakat untuk mengakhiri kebijakan pemangkasan produksi tersebut.

Lihat juga:Pemerintah Perkirakan Subsidi LPG dan Listrik Naik

Sumber Reuters sebelumnya juga menyatakan bahwa Arab Saudi selaku pemimpin OPEC dan Rusia tengah membicarakan untuk mengerek produksi minyak sebesar 1 juta bph guna mengimbangi merosotnya pasokan dari Venezuela dan potensi turunnya pasokan dari Iran akibat sanksi AS.

Hal ini membuat harga Brent tertekan ke level d bawah US$75 per barel pada Senin pekan lalu. Kendati demikian, harga Brent mulih pulih setelah ada pernyataan dari negara Teluk bahwa kenaikan produksi akan dilakukan secara bertahap. (lav)

Source : cnnindonesia.com