AS Tarik Perjanjian Nuklir, Harga Minyak Kuat Sepanjang Pekan

AS Tarik Perjanjian Nuklir, Harga Minyak Kuat Sepanjang PekanKapal pengangkut minyak mentah.

Jakarta, CNN Indonesia — Harga minyak mentah dunia menanjak sepanjang pekan lalu. Penguatan dipicu oleh keputusan Amerika Serikat (AS) untuk keluar dari perjanjian nuklir Iran.

Dilansir dari Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent pada pekan yang berakhir Jumat (11/5) lalu menguat 2,8 persen secara mingguan. Sementara, harga minyak mentah berjangka AS menguat 1,2 persen secara mingguan.

“Hal-hal sama yang menggodok kenaikan harga minyak adalah Iran, Venezuela, dan minimnya kesigapan Arab Saudi untuk membawa lebih banyak minyak ke pasar,” ujar Partner Again Capital John Kilduff di New York.

Lihat juga:Rupiah Keok, Pertamina Belum Naikkan Harga BBM

Kendati demikian, harga minyak berjangka Brent secara harian pada Jumat lalu melemah US$0,35 menjadi US$77,12 per barel. Penurunan juga terjadi harga minyak mentah berjangka AS sebesar US$0,66 menjadi US$70,70 per barel.

Pelemahan disebabkan oleh negara sekutu AS yang diperkirakan bakal berupaya mempertahankan perjanjian nuklir dengan Iran. Artinya, ekspor minyak mentah Iran ke pasar global bakal terjaga.

Sebelumnya, pada Kamis (10/5) lalu, Brent sempat menyentuh level US$78 per barel, tertinggi sejak November 2014. Di hari yang sama, harga WTI juga mencapai US$71,89 per barel, rekor tertinggi sejak 3.5 tahun terakhir.

Presiden AS Donald Trump berencana mengenakan sanksi baru terhadap Iran yang memproduksi sekitar empat persen minyak dunia. Hal itu bisa terealisasi setelah Trump mengumumkan keluarnya AS dari perjanjian nuklir internasional yang disepakati pada 2015 silam. Banyak analis meramalkan bahwa harga minyak bakal naik seiring merosotnya ekspor dari Iran.

Namun, Perdana Menteri Inggris Theresa May pada Jumat lalu menegaskan dukungannya terhadap perjanjian nuklir Iran. Dia juga sepakat dengan Trump bahwa harus ada pembicaraan mengenai pengenaan sanksi AS yang nantinya akan mempengaruhi perusahaan yang beroperasi di Iran.

Lihat juga:Harga Minyak Menguat Tipis Dipicu Kegelisahan Investor

Bank Investasi AS Jefferies dalam catatannya memperkirakan ekspor minyak mentah Iran bakal merosot dalam beberapa bulan ke depan. Meski demikian, ada sinyal dari anggota-anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) lain yang bakal meningkat produksi untuk mengimbangi gangguan pada ekspor minyak Iran.

“Meski pasokan minyak dijaga di level konstan, pasar masih akan menghadapi minimnya kapasitas cadangan,” ujar Jefferies dalam catatannya.

Di sisi lain, pasokan global minyak mentah kemungkinan bakal meningkat. Pasalnya, produsen minyak mentah AS menambah 10 rig pekan lalu menjadi 844 rig. Berdasarkan data Baker Hughes, jumlah tersebut terbanyak sejak Maret 2015.

Lihat juga:Rupiah Melemah, Subsidi Energi Terancam Bengkak

Sebagian besar rig berada di cekungan (basin) Permian di Texas barat dan sisi timur Meksiko Baru, lapangan minyak shale terbesar di AS. Rig yang aktif beroperasi naik lima pada pekan lalu menjadi 463 rig, terbanyak sejak Januari 2015.

Produksi minyak mentah AS pada dua pekan lalu mencetak rekor baru sebesar 10,7 juta barel per hari atau melonjak 27 persen sejak pertengahan 2016. Produksi minyak Negeri Paman Sam secara perlahan bakal sejajar dengan produksen minyak terbesar di dunia Rusia yang mencapai 11 juta bph. (lav/lav)

Source : cnnindonesia.com