Stok AS Tak Terduga Merosot, Harga Minyak Menguat

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah bergerak ke posisi yang lebih tinggi setelah rilis laporan industri menunjukkan penurunan mengejutkan dalam persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak April 2019 diperdagangkan di level US$55,93 per barel pukul 4.34 sore waktu setempat, setelah ditutup di level US$55,50 per barel di New York Mercantile Exchange pada perdagangan Selasa (26/2/2019).

Pada sesi perdagangan Senin (25/2), kontrak WTI anjlok 3,1% ke level US$55,48 per barel, penurunan terbesar sejak 28 Januari.

Harga minyak Brent untuk pengiriman April 2019 ikut rebound dan berakhir naik 45 sen di level US$65,21 per barel di ICE Futures Europe exchange London pada Selasa. Acuan minyak mentah global ini diperdagangkan di level US$9,71 premium terhadap WTI.

Harga minyak naik ke posisi lebih tinggi setelah American Petroleum Institute (API) dikabarkan melaporkan penurunan stok minyak mentah AS sebesar 4,2 juta barel pekan lalu.

Penurunan itu akan menjadi yang pertama sejak awal Januari jika data Energy Information Administration (EIA) mengonfirmasikannya pada Rabu (27/2). Sementara itu, para analis dalam survei Bloomberg memperkirakan kenaikan sebesar 3 juta barel.

API juga melaporkan penurunan persediaan bensin sebesar 3,8 juta barel, kenaikan minyak distilasi sebesar 400.000 barel, dan kenaikan suplai di Cushing, Oklahoma, sebesar 2 juta barel pekan lalu.

Menurut James Williams, presiden perusahaan riset energi WTRG Economics, penurunan kemungkinan akan disebabkan oleh impor Venezuela yang lebih rendah dan ekspor minyak mentah AS yang lebih tinggi.

Di awal sesi, minyak berfluktuasi sebelum ditutup naik kurang dari 0,1%. Pada perdagangan Senin (25/2), harga minyak anjlok setelah Presiden AS Donald Trump, melalui Twitter, mengomentari harga minyak yang terlalu tinggi dan menyerukan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk tidak agresif.

Sementara itu, pasar tetap fokus pada isu seputar perundingan perdagangan AS-China.

“Pasar kini mencari pendorong berikutnya. Banyak hal akan tergantung pada apa yang tampaknya muncul dari perundingan perdagangan ini,” ujar Gene McGillian, manajer riset pasar di Tradition Energy.

“Jika kita tidak mendapat kesepakatan apa pun atau sepertinya kenaikan tarif akan maju meskipun presiden menundanya untuk sementara waktu, saya tidak akan terlalu terkejut melihat kekhawatiran tentang perlambatan permintaan pertumbuhan muncul kembali,” lanjutnya.

Kenaikan harga minyak sebesar lebih dari 20% tahun ini telah didorong pengurangan produksi oleh OPEC dan aliansinya (OPEC+), yang sebagian besar dipimpin oleh Arab Saudi. Optimisme atas kesepakatan perdagangan potensial antara AS dan China serta sanksi terhadap Iran dan Venezuela juga telah membantu reli minyak mentah.

Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan Rusia mengurangi produksi minyaknya sebesar hampir 140.000 hingga 150.000 barel per hari dari Desember. Ini konsisten dengan komitmennya terhadap kesepakatan OPEC+.

“OPEC tidak mendengarkan Trump pada Desember karena mereka tahu mereka harus melakukan pengurangan,” kata Michael Loewen, pakar strategi komoditas di Scotiabank di Toronto.

“Cuitan Trump dan pengaruhnya di pasar keuangan cukup jelas, tetapi investor mulai mempertanyakan apakah itu relevan atau tidak lagi,” terang Loewen.

Source : bisnis.com