Fasilitas Saudi Aramco Diserang, Harga Minyak Dunia ‘Meledak’

Fasilitas Saudi Aramco Diserang, Harga Minyak Dunia 'Meledak'

Jakarta, CNN Indonesia — Harga minyak dunia menguat lebih dari satu persen pada perdagangan Selasa (14/5), waktu AS. Penguatan terjadi setelah Arab Saudi menyatakan kelompok bersenjata Yaman aliansi Iran menyerang fasilitas perusahaan minyak pelat merah Saudi Aramco dengan drone bermuatan peledak.

Dilansir dari Reuters, Rabu (15/5), harga minyak mentah berjangka Brent menguat US$1,01 atau 1,4 persen menjadi US$71,24 per barel, tertinggi sejak 6 Mei 2019.

Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah AS berjangka West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,74 atau 1,2 persen menjadi US$61,78 per barel, tertinggi sejak 8 Mei 2019.

Penguatan harga tersebut membuat selisih atau premi Brent terhadap WTI menanjak ke level tertinggi dalam enam pekan terakhir.

Lihat juga:Pertamina Siap Bangun Kilang Cilacap tanpa Saudi Aramco

Arab Saudi menyatakan drone bersenjata telah menyerang dua stasiun pemompa minyak di kerajaan pada Selasa (14/5). Aksi terorisme yang disebut pengecut itu terjadi dua hari setelah kapal tanker minyak Arab Saudi disabotase di pesisir Uni Emirat Arab.

Badan Keamanan Nasional AS meyakini kelompok yang simpati terhadap atau bekerja untuk Iran kemungkinan bertanggung jawab atas serangan kapal tanker. Pemerintah Iran menolak bertanggung jawab atau kejadian tersebut.

Iran telah berada dalam situasi yang menyulitkan dengan eskalasi perang mulut dengan AS terkait pengetatan sanksi Negeri Paman Sam. Pengetatan sanksi tersebut telah memangkas ekspor minyak Iran dan memperketat pasokan minyak global.

Seperlima konsumsi minyak global diangkut melalui Selat Hormuz dari produsen minyak memtah di Timur Tengah ke pasar global.

Lihat juga:Saudi Sebut 2 Kilang Minyak Rusak Diserang Drone

“Dengan meningkatnya tensi antara Iran dan AS, dan dengan peningkatan signifikan angkatan laut di kawasan tersebut, pasar sensitif terhadap pemberitaan dan dapat ditekan oleh sinyal konflik terkecil,” ujar Chief Executive Sun Global Inventment Mihir Kapadia.

Penguatan harga minyak juga terjadi seiring pasar yang menanti laporan dari Institute Petroleum Amerika dan Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) terkait stok minyak AS. Survei analis Reuters memperkirakan stok minyak AS bakal merosot 800 ribu barel pada pekan lalu, turun selama dua pekan berturut-turut.

Sementara itu, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) kemarin menyatakan permintaan minyak dunia tahun ini akan lebih tinggi dari perkiraan seiring perlambatan pertumbuhan pasokan dari sejumlah negara, salah satunya AS. Jika kelompok kartel eksportir itu menahan untuk tidak mengerek output, maka pasar akan semakin ketat.

Dalam laporan EIA, produksi minyak AS dari lapangan minyak shale utama diperkirakan masih akan naik ke level 8,5 juta barel per hari (bph) pada Juni mendatang.
Pasar juga masih menaruh harapan pada rampungnya negosiasi dagang AS-China, mengingat kedua negara menyampaikan sentimen positif.

Pekan lalu, muncul sinyal dua negara perekonomian terbesar ini akan mencapai kata sepakat. Namun, hal itu dimentahkan karena kedua negara kembali saling perang tarif.

Pada Senin (12/5) lalu, China mengacuhkan peringatan Presiden AS Donald Trump dengan mengerek tarif impor sejumlah produk AS, termasuk gas alam cair (Liquified Natural Gas/LNG).

“Harga yang bergejolak masih menjadi tema perdagangan hari ini (Selasa (14/5)). Meningkatnya tensi geopolitik di Timur Tengah dan antisipasi kemungkinan tercapainya kesepakatan AS-China untuk menyelesaikan sengketa antara keduanya telah mendorong harga minyak,” tutur Kepala Analis Interfax Energy Abhishek Kumar di London.

Source : cnnindonesia.com