Harga Minyak Menguat Dipicu Rencana Sanksi AS ke Iran

Harga minyak mentah berjangka Brent menanjak hingga US$74,71 per barel, sedangkan harga minyak mentah berjangka AS WTI naik menjadi US$68,64 per barel.

 

Jakarta, CNN Indonesia — Harga minyak dunia ditutup menguat pada perdagangan Senin (23/4), waktu Amerika Serikat (AS), setelah sempat tergelincir di awal perdagangan. Penguatan harga minyak dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap sanksi AS yang dapat mengganggu produksi minyak Iran.

Dilansir dari Reuters, Selasa (24/3), harga minyak mentah berjangka Brent menanjak US$0,65 atau 0,9 persen menjadi US$74,71 per barel, setelah sebelumnya terperosok ke level US$73,13 per barel. Harga Brent juga semakin perkasa pada perdagangan usai penutupan hingga mencapai level US$75,08 per barel.

Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,24 menjadi US$68,64 per barel, setelah sempat tergelincir ke level US$67,14 per barel.

Selisih antara kedua harga acuan ini terlebar sejak 8 Januari 2018.

“Ini dari cuitan ke cuitan (Twitter),” ujar Analis Price Futures Group Phil Flynn merujuk pada pergerakan pasar yang bereaksi terhadap kebijakan AS dan anggota Organiasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).

Harga minyak sempat tertekan pada awal perdagangan akibat sentimen terhadap kemungkinan kembali terjadikan kelebihan pasokan di pasar.

Dalam situs resminya, Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh menyatakan tidak ada kebutuhan untuk memperpanjang kesepakatan pemangkasan produksi antara produsen OPEC dan negara non-OPEC jika harga minyak menguat. Sejak awal 2017, OPEC, Rusia, dan beberapa negara non-OPEC sepakat untuk memangkas produksi demi mengurangi kelebihan pasokan gbabal. Rencananya, kesepakatan bakal berakhir pada akhir 2018.

Menurut Flynn, pasar berhasil pulih dari keyakinan bahwa sanksi AS dapat mengganggu produksi Iran yang sebenarnya masih berada di atas kuota.

Selain itu, harga juga ditopang dari data Genscape yang menunjukkan penurunan stok di hub penyimpanan minyak mentah AS Cushing, Oklahoma.

“Kami terus melihat apakah gambaran faktor fundamental terus menguat,” ujar Wakil Kepala Riset Tradition Energy Gene McGillian.

Pada awal perdagangan, harga minyak jatuh bersamaan dengan komoditas mentah lainnya setelah pemerintah AS memberikan konsumen aluminium produksi perusahaan Rusia Rusal lebih banyak waktu untuk mematuhi sanksi.

Bulan ini, harga minyak telah melejit ke level tertingginya sejak akhir 2014. Harga minyak telah ditopang oleh sanksi AS terhadap perusahaan Rusia dan individu, serta oleh kekhawatiran AS bakal mengambil pendekatan baru melawan Venezuala yang sedang dilanda krisis dan Iran.

“Penambah dorongan harga minyak berasal dari sanksi AS terhadap negara-negara eksportir minyak utama dunia Venezuela, Rusia, dan Iran,” ujar Ahli Strategi Pasar Global JP Morgan Asset Management Kerry Craig.

Pemerintah AS memiliki waktu hingga 12 Mei 2018 untuk memutuskan apakah bakal keluar dari kesepakatan nuklir Iran dan mengenakan sanksi baru terhadap Teheran.

“Ketidakpastian dari pemerintah AS membuat berbagai hal menjadi sangat sulit,” ujar McGillian sembari memperingatkan bahwa sanksi terhadap Iran dan Venezuela dapat mempengaruhi arah pasar. (agi)

Source : cnnindonesia.com